Hadis ke-24 | Bab Menghilangkan Najis - Terjemah Ibanatul Ahkam

Seorang khatib dalam khutbahnya hendaklah menjelaskan hal-hal yang dapat membimbing umat manusia menuju kebaikan agama dan urusan dunia mereka. Khutbah yang disampaikan hendaklah sesuai dengan situasi dan keadaan. Khutbah haji seharusnya menjelaskan hukum-hakam ibadah haji, apa yang diperbolehkan dilakukan, dan apa yang tidak boleh dilakukan, sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah (s.a.w) dalam khutbahnya ketika berada di Mina. Dalam khutbah tersebut, Baginda menjelaskan tentang hukum-hakam yang berkaitan dengan ibadah haji. Pada saat itu, Rasulullah (s.a.w) menyaksikan sendiri air liur unta yang dikendarainya mengalir mengenai tubuh salah seorang sahabatnya, tetapi Baginda tidak menyuruhnya menjauhkan diri dari unta tersebut. Hal ini merupakan pengakuan dari Baginda bahwa haiwan yang dagingnya halal dimakan adalah suci.

Unsur Fikih

1. Disyariatkan menyampaikan khutbah di Mina, pada kawasan yang tinggi, untuk menjelaskan hukum-hukum manasik haji.
2. Air liur haiwan yang dagingnya boleh dimakan adalah suci. Haiwan yang termasuk dalam pengertian boleh dimakan adalah setiap haiwan yang suci. Air liur merujuk pada segala kelebihan cairan yang keluar dari haiwan, seperti keringat, selama kelebihan tersebut tidak memiliki tempat yang menetap dan sudah melewati proses dalam perut sehingga berubah menjadi bentuk lain.
3. Pengakuan Nabi (s.a.w) terhadap suatu perkara yang dilakukan di hadapannya menunjukkan bahwa perkara tersebut diperbolehkan, karena pengakuan Baginda digolongkan sebagai Sunnah.
4. Dalam hadis ini, sahabat tersebut menggambarkan kembali dengan rinci situasi yang pernah dialaminya. Ini menunjukkan ketelitian dan daya ingat yang tajam, serta membuktikan bahwa sahabat tersebut selalu berpegang teguh pada riwayat hadis dan peristiwa yang menjadi latar belakangnya.