Hadis ke-25 | Bab Menghilangkan Najis - Terjemah Ibanatul Ahkam
Redaksi Hadis ke-25
٢٥
- وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا،
قَالَتْ: "كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَغْسِلُ
الْمَنِيَّ، ثُمَّ يَخْرُجُ إِلَى الصَّلَاةِ فِي ذَلِكَ الثَّوْبِ، وَأَنَا
أَنْظُرُ إِلَى أَثَرِ الْغُسْلِ فِيهِ" مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ. وَلِمُسْلِمٍ: "لَقَدْ كُنْتُ أَفْرُكُهُ
مِنْ ثَوْبِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرْكًا، فَيُصَلِّي
فِيهِ". وَفِي لَفْظِ لَهُ: "لَقَدْ كُنْتُ
أَحُكُهُ يَابِسًا بِظُفُرِي مِنْ ثَوْبِهِ". |
---|
Dari 'Aisyah (r.a), beliau berkata: "Rasulullah (s.a.w) seringkali membersihkan (bekas) air mani, kemudian beliau melaksanakan solat dengan memakai baju (yang pada baju tersebut terdapat bekas air mani yang sudah dibersihkan), dan saya melihat masih ada bekas kesan kelembapan cucian itu." (Muttafaq 'alaih) Menurut riwayat oleh Muslim pula: “Saya pernah menghilangkan (bekas air mani) yang ada pada pakaian Rasulullah (s.a.w) dengan keras, kemudian beliau melaksanakan solat dengan tetap memakai baju tersebut.” Menurut riwayat yang lain pula: “Saya mengikisnya (bekas air mani itu) setelah kering dengan kuku agar terlepas dari pakaiannya." |
Makna Umum Hadis
Allah (s.w.t) mengagungkan umat manusia dan
menempatkannya di atas seluruh makhluk lain dengan memberikan kemurnian pada
hakikat penciptaannya dan keagungan pada asal usulnya. 'Aisyah Ummu al-Mu'minin
telah menyampaikan bahwa beliau pernah membersihkan bekas air mani yang ada
pada pakaian Rasulullah (s.a.w) dengan kukunya.
Unsur Fikih
Membasuh bekas air mani dilakukan saat
masih dalam keadaan basah, namun setelah mengering, cukup dengan mengikisnya.
Para ulama memiliki pendapat berbeda mengenai air mani ini. Abu Hanifah bersama
murid-muridnya, Imam Malik, dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad berpendapat
bahwa air mani itu najis.
Pendapat ini berdasarkan riwayat-riwayat
yang menyatakan bahwa pencucian wajib dilakukan, juga hadis ‘Ammar yang
menyebutkan bahwa pakaian harus dicuci jika terkena najis seperti berak,
kencing, mani, darah, dan muntah. Selain itu, mereka juga mengibaratkan air
mani dengan benda-benda yang menjijikkan, karena melalui proses pencernaan dan
merupakan esensi makanan yang telah diolah di dalam perut. Air mani dianggap
najis menurut mereka karena setiap hadas yang memerlukan mandi harus
dihilangkan, dan air mani termasuk dalam hal ini. Alasan lain yang menyatakan
air mani najis adalah karena jalur keluarnya sama dengan tempat keluarnya urine.
Imam Malik mengartikan hadis yang
menyebutkan pengikisan itu dilakukan dengan menggunakan air. Sedangkan
pengikisan bekas air mani yang dilakukan oleh 'Aisyah untuk menghilangkannya
dari pakaian Nabi (s.a.w) mungkin beliau sendiri tidak mengetahui apa yang
'Aisyah lakukan atau karena air mani Nabi (s.a.w) dianggap suci yang menjadi
keistimewaan bagi beliau.
Imam Abu Hanifah mengatakan bahwa bekas air
mani sebaiknya dibersihkan dengan air jika masih basah, tetapi setelah
mengering, cukup dengan mengikisnya. Ini bertujuan untuk mematuhi kedua hadis
di atas. Kasus ini dibandingkan dengan sandal yang terkena najis.
Menurut mazhab Imam al-Syafi'i, ulama
hadis, dan Imam Ahmad dalam salah satu riwayat yang sangat kuat, air mani
dianggap suci. Kesimpulan ini diambil berdasarkan hadis dari Ibn 'Abbas (r.a)
yang menceritakan bahwa:
سُئِلَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْمَنِيِّ يُصِيْبُ الثَّوْبَ؟ قَالَ: "إِنَّمَا
هُوَ بِمَنْزِلَةِ الْمُخَاطَ وَالْبُزَاقِ وَالْبُصَاقِ." وَقَالَ: إِنَّمَا
يَكْفِيكَ أَنْ تَمْسَحَهُ بِخِرْقَةٍ أَوْ إِذْخِرَةٍ".
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah ditanya mengenai air mani yang terkena pakaian, lalu baginda bersabda: 'Sesungguhnya air mani itu sama kedudukannya dengan ingus, dahak, dan ludah.' Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melanjutkan sabdanya: 'Cukup bagimu dengan mengusapnya menggunakan kain atau sabut bersih.' (Diriwayatkan oleh al-Daruquthni dan al-Baihaqi)
Menyerupakan air mani dengan ingus dan ludah menunjukkan bahwa air mani itu suci. Adapun perintah untuk membersihkannya dengan kain atau sabut yang bersih, maka tujuannya adalah untuk menghilangkan kotoran yang tidak patut dibiarkan menempel pada pakaian yang akan digunakan untuk mengerjakan salat.
Tentang Periwayat Hadis
Aisyah binti Abu Bakar al-Siddiq, seorang wanita yang telah dibebaskan oleh Allah dari fitnah dusta yang ditujukan padanya. Beliau adalah salah seorang Ummu al-Mu'minin. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah menikahi wanita yang masih dara selain dirinya. Beliau sangat dicintai oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau juga merupakan seorang wanita ahli fiqih. Jumlah keseluruhan hadis yang diriwayatkannya sebanyak 2.210 buah. Beliau berpuasa sepanjang tahun setelah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam wafat. Hisyam ibn 'Urwah menyatakan bahwa Aisyah wafat pada tahun 57 Hijriah dan dimakamkan di al-Baqi'."