Hadis ke-27 | Bab Menghilangkan Najis - Terjemah Ibanatul Ahkam
Redaksi Hadis ke-27
۲۷ - وَعَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ أَبِي بَكْرِ
اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ - فِي
دَمِ الْحَيْضِ يُصِيبُ الثَّوْبَ : تَحْتَهُ، ثُمَّ تَقْرُصُهُ بِالْمَاءِ، ثُمَّ
تَنْضَحُهُ، ثُمَّ تُصَلِّي فِيهِ". مُتَّفَقٌ
عَلَيْهِ. |
---|
28. Dari Asma' binti Abu Bakar al-Siddiq (r.a), disampaikan bahwa Nabi (s.a.w) pernah bersabda mengenai darah haid yang mengenai pakaian: "Hendaklah kamu mengoreknya terlebih dahulu, kemudian kamu kucak dengan air. Setelah itu, kamu siram dengan air, baru kamu boleh solat setelah memakainya." (Muttafaq 'alaih) |
Makna Umum Hadis
Mematuhi undang-undang ilahi dan ajaran Islam adalah suatu keharusan bagi umat manusia. Syariat Islam memerintahkan kita untuk senantiasa menjaga kebersihan dan membersihkan najis yang mengenai pakaian kita. Siti Hawa mengalami siksaan karena menentang perintah Allah. Ia kemudian harus mengalami masa kehamilan dan persalinan yang sulit, sambil mengalami pendarahan setiap bulan. Sejak saat itu, Siti Hawa mengalami haid, dan kepadanya dikatakan: "Telah diwajibkan atas dirimu dan anak-anak perempuanmu untuk mengalami haid." Hal ini menjadi bagian dari kehidupan kaum perempuan.
Kadang-kadang, pakaian wanita yang mengalami haid terkena darah haid. Oleh karena itu, syariat Islam memerintahkan agar bekas darah tersebut digaruk terlebih dahulu, kemudian dicuci dengan air hingga tidak ada bekasnya lagi.
Analisa Lafadz
Unsur Fikih
- Darah dianggap sebagai najis.
- Wajib mencuci bagian pakaian yang terkena darah dengan air dan usaha sungguh-sungguh untuk menghilangkan bekasnya, termasuk dengan cara menggaruk dan mencuci hingga tiga kali. Penggunaan air diperlukan untuk menghilangkan semua bentuk najis dalam bentuk cairan.
- Larangan keras terhadap pemborosan saat mencuci najis. Hal ini tercermin dalam makna dari kata "al-nadh," yang mengacu pada penggunaan air dengan bijak tanpa pemborosan.
- Jika warna darah sulit dihilangkan, maka dimaafkan dengan syarat telah berusaha sungguh-sungguh untuk membersihkannya hingga warnanya tidak terlihat. Hal ini berdasarkan dalil yang akan dijelaskan dalam hadis berikut: "Dan tidak akan membahayakanmu sedikit pun bekas yang masih ada."
Sekilas tentang Perawi
Asma' binti Abu Bakar al-Siddiq adalah
seorang wanita yang berhijrah dan tokoh yang dihormati. Beliau meriwayatkan
sebanyak 56 hadis. Kedua anaknya, yaitu 'Abdlullah ibn al-Zubair dan Urwah ibn
al-Zubair, meriwayatkan darinya. Begitu pula Ibn 'Abbas dan mawla kedua anak
Asma' binti Bakar al-Sidiq, yaitu 'Abdullah ibnu Kaisan, serta sejumlah sahabat
yang lain.
Beliau dikenal dengan sebutan Dzat
al-Nitaqain. Beliau adalah orang kedelapan belas yang memeluk Islam di Mekah
pada tahun 73 Hijriah. Tidak ada satu pun giginya yang tanggal sepanjang
hidupnya, dan akalnya tetap sehat hingga usia tua, meskipun beliau mengalami
kebutaan di akhir hayatnya. Beliau adalah salah satu yang meninggal dunia
paling akhir di antara para Muhajirat.