SAID BIN ZAID
Ilustrasi |
Said bin Zaid termasuk di antara 10 Sahabat Nabi yang mendapat berita gembira dari Nabi kalau dia akan masuk surga. Itu berarti ia seorang Sahabat yang sangat istimewa di antara generasi yang istimewa. Siapakah dia dan mengapa ia termasuk dari 10 tokoh yang secara ekslusif diistimewakan melebihi yang lain?
Said adalah putra pasangan Zaid bin Amr bin Nufail dan Fatimah binti Na'jah bin Mulaih. Ia lahir pada tahun 593-594 M. di Makkah.
Sebelum datangnya Islam, ayah Said yakni Zayd bin Amr adalah seorang hanif, yakni penganut agama tauhid Nabi Ibrahim. Oleh karena itu Zayd bin Amr tidak pernah menyembah berhala atau memakan hewan yang disembelih dengan menyebut nama para berhala. Kaum Quraish tidak suka sikap Zayd ini, bahkan Khattab bin Nufail, ayah dari Umar bin Khattab, termasuk salah satu tokoh yang paling anti terhadapnya.
Berangkat dari sikap ayahnya yang menganut agama tauhid Ibrahim ini, maka tidak sulit bagi Said untuk menerima Islam karena lebih banyak kesamaannya dibanding dengan agama jahiliyah kaum Quraisy. Itulah sebabnya Said termasuk salah satu pemeluk Islam pertama. Ia masuk Islam pada tahun 613 M. Saat itu ia masih remaja, usianya belum sampai 20 tahun. Ia masuk Islam sebelum Nabi masuk ke Darul Arqam. Istrinya yang bernama Fatimah binti Khattab, saudara kandung Umar bin Khattab, juga termasuk pemeluk Islam pertama bersama dengan suaminya.
Said dan istrinya juga berperan besar atas Islamnya Umar bin Khattab yang merupakan kakak iparnya sendiri. Umar sangat terkesan ketika adiknya membaca Al-Quran Surah Toha dan langsung mengambil keputusan untuk masuk Islam begitu adiknya selesai membaca ayat ke-14 di mana Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.”[1] Umar berkata pada Said: “Antarkan aku ke Muhammad.” Setelah itu, sejarah menyaksikan kiprah Umar yang luar biasa kepada Islam baik selama hidup Nabi maupun setelah wafatnya.
Pada awal pengabdiannya pada Nabi dan Islam, Said ditunjuk Nabi sebagai sekretarisnya yang salah satu tugas utamanya adalah mencatat dan menulis Al-Quran yang diwahyukan pada Rasulullah.
Said bin Zayd adalah seorang muslim yang taat dan zuhud. Ia mendedikasikan seluruh hidupnya untuk Islam dan tak pernah sekalipun dalam kehidupannya yang melanggar aturan syariah. Ia juga seorang pecinta Nabi sejati. Ia selalu berada di depan Nabi menjadi tameng hidup untuk melindungi saat dalam peperangan dan ia selalu berada di belakang Nabi saat dalam shalat berjamaah. Said selalu ikut berpartisipasi dalam sejumlah pertempuran baik selama masa hidup Nabi maupun setelah Rasulullah wafat. Semua pertempuran yang diikuti Nabi selalu ada Said bin Zayd di dalamnya kecuali perang Badar karena saat itu ia bersama Talha bin Ubaidillah diutus Nabi untuk menyelidiki pergerakan tentara Quraisy yang akan menyerang Madinah. Walaupun tidak mengikuti perang Badar, namun ia tetap mendapat penghargaan dari kemenangan Badar karena Said telah memberikan kontribusi penting di dalamnya.
Dengan pengabdian dan dedikasinya yang total terhadap Islam, tidaklah terlalu mengherankan kalau ia termasuk dari 10 Sahabat yang dijamin masuk surga. Dalam sebuah hadits riwayat Ahmad, Tirmidzi dan Baghawi dari Abdurrohman bin Auf Nabi bersabda: Abu Bakar di surga, Umar di surga, Usman di sorga, Ali di surga, Talhah di sorga, Zubair di surga, Abdurrahman bin Auf di surga, Saad bin Abi Waqqas di surga, Said bin Zaid bin Amr bin Nufail di surga, Abu Ubaidah bin Jarrah di surga.[1]
Said meninggal pada tahun 673 M atau 51 H dalam usia sekitar 80 tahun. Said termasuk dari kalangan Sahabat yang memiliki peran besar pada Islam yang kontribusinya dapat dirasakan sampai sekarang seperti penulisan Al-Quran. Ia dan istri termasuk di antara Sahabat Muhajir yang hijrah dari Makkah ke Madinah. Oleh karena itu, saat wafat ia dimakamkan di Madinah.
Ada beberapa pelajaran yang dapat diambil dari perjalanan hidup Said bin Zaydini, pertama, bahwa pribadi yang baik umumnya karena ia hidup di lingkungan orang tua yang baik. Said mudah menerima kebenaran Islam karena pendidikan ayahnya yang pemeluk agama tauhid Nabi Ibrahim. Artinya, kalau ingin memiliki anak yang baik kepribadiannya, maka harus dimulai dari kedua orang tuanya.
Kedua, pengabdian total dan ikhlas pada Islam tidak akan sia-sia. Dan itu hendaknya tidak dilihat dari segi pencapaian materi tapi dari sisi seberapa banyak manfaat yang dirasakan orang lain.[]