Hadis ke-35 | Bab Wudhu' - Terjemah Ibanatul Ahkam
Redaksi Hadis ke-35 Ibanatul Ahkam
٣٥ - وَعَنْهُ؛ "إِذَا
اسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِنْ نَوْمِهِ فَلَا يَغْمِسُ يَدَهُ فِي الْإِنَاءِ
حَتَّى يَغْسِلُهَا ثَلَاثًا فَإِنَّهُ لَا يَدْرِي أَيْنَ بَاتَتْ يَدَهُ."
مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ. وَهَذَا لَفْظُ مُسْلِمٌ.
35. "Dari Abu Hurairah, Rasulullah (s.a.w) bersabda: 'Jika seseorang di
antara kamu bangun tidur, maka janganlah dia mencelupkan tangannya ke dalam
bekas sebelum membasuhnya terlebih dahulu sebanyak tiga kali, karena
sesungguhnya dia tidak mengetahui (menyadari) ke mana saja tangannya ketika
tidur pada waktu malam itu.' (Muttafaq ‘alaihi. Lafaz hadis ini berdasarkan
riwayat Muslim)
Makna Umum hadis
إذا نام الانسان لا يدرى عن نفسه فلعل عورته تكشف في النوم فتقع عليها يده وقد حضنا الشارع الحكيم على غسل اليدين ثلاثاً عند الاستيقاظ من النوم قبل إدخالها الاناء سيما نوم الليل
Jika seseorang tidur, dia tentu tidak mengetahui keadaan dirinya; barangkali auratnya terbuka ketika tidur, lalu tangannya memegangnya. Syariat Islam menyuruh kita untuk membilas kedua tangan sebanyak tiga kali segera setelah bangun tidur sebelum memasukkannya ke dalam bejana, terutama saat tidur pada waktu malam hari.
Analisa Lafadz
وعنه : عن أبي هريرة
فلا يغمس : فلا يدخل والنهى للكراهة
لا يدرى أين باتت يده ؟ لا يعلم فلعل يده لا مست عورته وهم كانوا يستجمرون
وبلادهم حارة فربما تكيفت يده بريح العرق فتغير
الماء إذا لم تغسل قبل إدخالها فيه
“وَعَنْهُ” Daripada Abu Hurairah (r.a.), yakni periwayatnya sama dengan hadis sebelumnya,
“فَلَا يَغْمِسُ” maka janganlah dia memasukkan tangannya. Larangan ini menunjukkan hukum makruh.
“لَا يَدْرِي أَيْنَ بَاتَتْ يَدَهُ” Laa yadrii aina baatat yaduhu, dia tidak mengetahui barangkali tangannya memegang auratnya. Mereka biasa membuang air besar pada waktu malam hari, sedangkan pada waktu siang hari cuaca negeri mereka teramat panas. Barangkali pula tangannya berubah bau disebabkan berpeluh sehingga air menjadi berubah apabila dia tidak membasuhnya terlebih dahulu sebelum memasukkannya ke dalam bekas pada waktu malam hari.
Unsur Fikih
- النجاسة إذا وردت على الماء القليل تنجسه
- الفرق بين ورود الماء على النجاسة وورود النجاسة على الماء لأن الرسول نهى عن إيراد يده على الماء وأمره بإيراد الماء على يده.
- استحباب غسل اليدين : ثلاثاً وهو مذهب الجمهور . وقال أحمد يوجوب غسلهما ثلاثاً عند الاستيقاظ من النوم وخصص ذلك بنوم الليل
- أخذاً من قوله (باتت) والنهى عنده التحريم في خصوص الاستيقاظ من النوم وعند الجمهور النهى للكراهة لأنه علل ذلك باحتمال النجاسة والاحتمال لا يقتضى التحريم.
- الأخذ بالاحتياط واستعمال الكنايات فيما يستحي من التصريح به . حيث لم يقل الرسول عليه السلام فلعل يده وقعت على دبره أو نحو ذلك
- طلب التزام الأدب مع الكتاب والسنة والإحتراس عما ينافي ذلك من المجون وعدم الامتثال والاستهزاء في تفهم قوله ( أين باتت يده ).
- Jika najis masuk ke dalam air yang sedikit, maka air tersebut menjadi najis.
- Terdapat perbedaan antara air masuk ke dalam najis dan najis masuk ke dalam air. Rasulullah (s.a.w) melarang memasukkan tangan orang yang baru bangun tidur ke dalam air. Sebaliknya, Beliau menyarankan untuk membiarkan air mengalir ke tangan. Dengan kata lain, basuh tangan sebelum dimasukkan ke dalam wadah yang berisi air.
- Disunatkan untuk mencuci kedua tangan sebanyak tiga kali menurut pendapat jumhur ulama. Namun, Imam Ahmad berpendapat bahwa mencuci keduanya tiga kali adalah wajib ketika bangun dari tidur. Beliau menyatakan bahwa hal ini wajib bagi orang yang tidur pada waktu malam, mengacu pada makna tersirat dari frasa “بَاتَتْ”. Menurut Imam Ahmad, larangan ini menunjukkan haram, terutama bagi mereka yang baru bangun dari tidur malam. Sementara menurut jumhur ulama, larangan ini hanya menunjukkan makna makruh, karena alasan utamanya adalah kemungkinan terkena najis, yang tidak dapat memberikan kepastian haram.
- Selalu berhati-hati dan gunakan kata-kata halus ketika berbicara tentang hal-hal yang dianggap memalukan jika disebutkan dengan jelas. Rasulullah (s.a.w) tidak mengatakan, "Mungkin tangannya telah menyentuh dubur atau hal serupa."
- Disunatkan untuk mematuhi etika dalam menafsirkan al-Qur'an dan hadis serta menjauhi hal-hal yang bertentangan dengan etika, seperti berbicara kasar, tidak mematuhi perintah agama, dan mengolok-olok dalam memahami kalimat “أَيْنَ بَاتَتْ يَدَهُ”.